Tanah Datar , Lensaexpo.com
Lembaga Sensor Film Republik Indonesia (LSF RI), sebagai lembaga negara independen, yang memiliki tugas melakukan penyensoran film dan memasyarakatkan klasifikasi usia penonton, melalui gerakan nasional budaya sensor mandiri.
LSF memilih melaksanakan Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di Provinsi Sumatera Barat, tepat di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar.
Lembaga Sensor Film (LSF) diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman untuk melakukan penyensoran film dan iklan film sebelum diedarkan atau dipertunjukkan hingga penerbitan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS).
Pada tahun 2021 LSF telah menyensor sebanyak 39.863 judul film, baik untuk di pertujukan di bioskop, televisi dan jaringan informatika.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi5 informasi yang sangat pesat, berpengaruh besar terhadap peredaran dan pertunjukan film, dimana film saat ini tidak hanya disaksikan melalui layar bioskop dan televisi, namun dapat diakses melalui internet, platform digital dan media sosial. Sehingga akses terhadap film semakin mudah, tidak lagi dibatasi oleh tempat dan waktu.
Sehingga masyarakat memiliki potensi mengakses konten perfilman yang tidak sesuai dengan klasifikasi usianya, dimana klasifikasi usia film untuk Semua Umur (SU), 13+, 17+ dan 21 atau lebih.
Dinamika tersebut menjadi latar belakang LSF menggencarkan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri, yang pelaksanaannya di tanah datar mengusung tema, Memajukan Budaya, Menonton Sesuai Usia.
Gerakan Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri (BSM) dilaksanakan di seluruh Indonesia melalui jaringan stake holder, universitas, komunitas-komunitas serta media. Salah satu gerakan sosialisasi saat ini di lakukan di Sumatera Barat, Senin, 29 Mei 2023 di hotel Emersia Jl. Hamka No.41 Jorong Parak Jua Nagari Baringin Batu Sangkar Sumatera Barat.
Hadir dalam kegiatan, Ketua Komisi III LSF RI, Dr Naswardi MM ME, Sekda Kabupaten Tanah Datar, Drs. Iqbal Rama Dipayana Msi Ketua Sub Komisi Media Baru LSF-RI, Andi Muslim, Ketua Subkomisi Kemitraan dan Sosialisasi, Arturo Gunapriatna, M. Sn, Ketua Subkomisi Kemitraan dan Sosialisasi LSF.
Ketua Komisi III LSF RI, Dr Naswardi MM,ME dalam kata sambutannya mengatakan bahwa LSF menjadikan Budaya Sensor Mandiri sebagai program prioritas nasional, untuk meningkatkan kualitas literasi tontonan masyarakat, sesuai klasifikasi usia penonton.
Sosialisasi ini dilakukan melalui gerakan lsf goes to kampus, lsf goes school dan lsf goes to community.
Salah satu program inisiasi yg ditawarkan oleh kepada pemda tanah datar adalah program desa atau nagari sensor mandiri, sebagaimana telah berlangsung di tasikmala, bali, karang anyer dan kota lainnya.
Dikatakan Naswardi, dalam sebuah penelitian yang dilakukan LSF berbasis survei nasional, hanya sebanyak 46% penonton yang memperhatikan klasifikasi usia dalam mengakses tontonan. Hal ini menjadi fokus LSF dalam melakukan sosialisasi untuk mengajak masyarakat menjadikan menonton sebagai budaya dalam memilih tontonan, karena itu tema yang diangkat dalam sosialisasi ini adalah Memajukan Budaya, Menonton Sesuai Usia.
Selain program sosialisasi, LSF juga melakukan berbagai upaya penyadaran kepada masyarakat dengan berbagai program salah satunya adalah Desa Sensor Mandiri yang saat ini sudah dilakukan dibeberapa tempat antara lain Desa Tiga Herang Kecamatan Rajadesa Kabupatean Ciamis, Desa Manguharjo Madiun, Desa Gekanggang Malang Jatim dan Desa Klungkung Kota Denpasar Bali,” papar Naswardi .
Sementara itu, Sekda Kabupaten Tanah Datar, Drs Iqbal Rama Dipayana M.Si dalam kata sambutannya menyatakan menyambut baik acara sosialisasi BSM yang dilakukan di Tanah Datar. Dan ini menjadi kesempatan berharga bagi Kabupaten Tanah Datar untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan sensor film dan tayangan yang lebih edukatif serta memberikan pencerahan dan manfaat untuk masyarakat Tanah Datar.
Dikatakan Iqbal, tema yang dipilih LSF dalam kegiatan ini, memajukan budaya, menonton sesuai usia merupakan tema yang sangat relevan dan sangat penting untuk diketahui oleh seluruh masyarakat dan sesuai dengan kondisi saat ini, karena derasnya arus informasi yang diikuti dengan kemajuan teknologi informasi serta berkembangnya industri perfilman di Indonesia membuat masyarakat harus cerdas dalam memilih tontonan.
Acara dihadiri oleh beberapa perwakilan stakeholder Kabupaten Tanah Datar, antara lain, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Prov.Sumbar, Balai Bahasa Prov Sumbar, Balai Guru Penggerak Prov.Sumbar, Mahasiswa Fakultas Komunikasi Penyiaran Islam UIN Mahmud Yunus Sumbar, SMA Muhamadiyah serta media massa.
Mengapa LSF Harus Hadir
Arturo Gunaprayitna dalam pemaparan mengatakan, mengapa LSF harus hadir sebagai lembaga yang melakukan perlindungan kepada masyarakar, karena sepanjang film dibuat jika ditonton tidak sesuai usia pasti akan mendapatkan pengaruh negatif. Sebagai contoh, ada film India tentang tetoris disensor di LSF diberi klasifikasi usia 17 tahun, Ketika ditonton anak-anak yang diajak keluarganya, anak tersebut menjadi takut karena ada kekerasan di dalamnya.
Dalam Undang-Undang sudah diatur bahwa klasifikasi usia yang ad aitu untuk Semua Umur, 13 tahun keatas, 17 tahun ke atas dan 21 tahun ke atas dengan regulasi-regulasi yang membatasainya. Masyarakat diharapkan dapat memilih tontonan sesuai dengan usianya untuk menghindari dampak negatif dari tontonan.Karena itu dilakukan upaya kampanye Budaya Sensor Mandiri.
Dijelaskan Arturo, banyak cara yang telah dilakukan LSF untuk mengkampanyekan Budaya Sensor Mandiri melalui berbagai media agar dapat diterima masyarakat. Selain sosialisasi secara langsung ke daerah, LSF juga telah memproduksi sejumlah Iklan Layanan Masyarakat (ILM) yang ditayangkan di setiap awal film diputar di bioskop.
Andi Muslim dalam pemaparan materinya menjelaskan bahwa regulasi-regulasi tentang sensor sudah diatur tetapi banyak yang tidak mengikutinya. Di satu pihak, media baru bermunculan menyampaikan konten-konten tontonan yang tidak disensor, kemudian masyarakat memanfaatkan media baru itu. Karena itu sangat penting untuk memberikan penyadaran kepada masyarakat dalam memilah dan memilih tontonan.
Dikatakan Andi, pendampingan orang tua sangat penting dalam memfilter tontonan anak. Kita tidak bisa hanya mengharapkan instansi lembaga negara yang melakukan pencegahan. LSF sebagai lembaga negara yang memiliki tugas untuk melindungi masyarakat dari pengaruh negatif film melakukan beberpa upaya perlindungan, selain sosialisasi ini, LSF juga memiliki konten media baru yang saat ini memang menjadi media yang diakses oleh masyarakat terutama generasi muda, seperti TikTok, Instagram dan lainnya.
Nara sumber ketiga, Verio Hasferi (Uda Rio) youtuber yang memulai kariernya sejak tahun 2027 di channel youtube Garundang mengatakan, setiap konten yang ditampilkan pasti akan dilakukan sensor dengan kriteria-kriteria tersendiri oleh pemiliknya.
Dikatakannya, sebagai youtuber karya saya pernah disensor dengan alasan mengandung unsur ketelanjangan. Padahal yang dilakukan hanya konten komedi, kemudian kami menjelaskan bahwa konten yang kami lakukan adalah konten komedi.
Menurut Uda Rio, kontennya mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat karena menggunakan konten daerah dan Bahasa daerah serta mengangkat budaya daerah. Kami memilih klasifikasi SU dan 13 dalam mebuat konten budaya . Kami pernah ditawari membuat video dengan Bahasa Indonesia, dan kami menolak karena tidak sesuai dengan karakter kami.
Acara diselingi dengan tanya-jawab serta pertanyaan tentang pemaparan materi dengan hadiah menarik yang diberikan oleh lembaga sensor film. ( #901 )
Komentar